Sunday, 30 October 2016

Laporan kunjungan di situs peninggalan Kerajaan Majapahit Museum Trowulan

LAPORAN KUNJUNGAN DI SITUS PENINGGALAN MAJAPAHIT DI TROWULAN ( PENDOPO AGUNG ) KELAS XI IPA 1 KELOMPOK 3






Disusun Oleh:
Ketua Kelompok : NUR IHSAN MUHARRAM (19)
Nama Anggota Kelompok :
1.      ADHIT MAULANA RAMADHAN (01)
2.      ANGGUN SETYONINGRUM (03)
3.      ATIQUL BARIROH (06)
4.      AZIZAH RENI ISMAWATI (07)
5.      FIRDA RAZZAQ (11)
6.      LUTFIYATUN (16)
7.      NURLAELA ARDANI (20)

MADRASAH ALIYAH NEGERI PURWOREJO
TAHUN AJARAN 2014 - 2015











HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ini Telah Disetujui Oleh Guru Pembimbing dan Disahkan Oleh Kepala Sekolah



Pada Tanggal,                                     2015
Pembimbing

………………….

Mengesahkan

……………………











KATA PENGANTAR
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas taufik dan hidayah-Nya, kami bisa menyusun karya tulis ini dengan baik.Sebagai tanda bukti bahwa kami telah mengunjungi obyek-obyek penelitian.
            Karya tulis ini telah kami lengkapi dengan gambar-gambar dan informasi dari obyek-obyek penelitian yang telah kami kunjungi.
             Upaya penyusunan acara ini tidak lepas dari bantuan dan arahan dari berbagai pihak, maka kami mengucapkan terimakasih kepada:
1.      Yang terhormat Bapak selaku kepala sekolah MAN Purworejo
2.      Yang terhormat Ibu Ipung Kadarwati selaku wali kelas XI IPA 1 dan pembimbing kami
3.      Yang tercinta rekan-rekan kelas X yang turut berpartisipasi dalam kunjungan ini
Karya tulis yang kami susun ini jauh dari kesempurnaan. Kami memohon maaf jika ada kesalahan dalam penyusunan karya tulis ini. Untuk itu kami mohon kritik dan saran demi kesempurnaan karya tulis ini.
            Semoga karya tulis sederhana ini, dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
 
Purworejo,                   2015


Penyusun











Daftar Isi


Lembar pengesahan
ii
Kata pengantar
iii
Daftar isi
iv
Bab I Pendahuluan
1
A.    Latar belakang
1
B.     Permasalahan
1
C.     Rumusan masalah
1
D.    Tujuan dan Manfaat Penulisan
1
Bab II Situs Kerajaan Majapahit Secara Umum
2
A.    Pendopo Agung
2
B.     Kolam Segaran
C.     Candi Tikus dan Bajang Ratu
3
4
Bab III Pendopo Agung
8
A.    Letak Geografis Pendopo Agung
B.     Bentuk Gedung, Kelengkapan dan Fasilitas
C.     Fungsi Pendopo Agung dahulu dan kini
8
8

BAB IV
Kesimpulan
Saran
Daftar pustaka
9
9
9
10











BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pelaksanaan kunjungan study wisata merupakan kegiatan wajib sekolah. Kunjungan ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Kunjungan ini diikuti oleh kelas XI karena pada agenda sekolah kunjungan study wisata  dilaksanakan pada kelas XI.
Dipilihnya objek Situs Peninggalan Majapahit karena untuk mengetahui lebih jelas gambaran tentang benda-benda dan artefak-artefak peninggalan Kerajaan Majapahit yang dulunya pernah menjadi salah satu kerajaan yang paling berjaya di Pulau Jawa. Di sana kita semua dapat mengetahui secara jelas bagaimana system pemerintahan Kerajaan Majapahit yang sangat baik sehingga dapat menjadi kerajaan yang besar dan hebat, di sana kita disuguhkan berbagai bukti sejarah. Mulai dari tugu atau prasasti-prasasti, patung-patung, relief-relief dan sebagainya. Dipilihnya objek wisata Musium Trowulan karena di sana kita dapat melihat bermacam-macam benda-benda bersejarah peninggalan Kerajaan Majapahit yang masih ada dan terjaga dengan baik disana. 

B.     Permasalahan
1.      Letak geografis Pendopo Agung
2.      Bentuk gedung, kelengkapan, dan fasilitas dari Pendopo Agung
3.      Fungsi Pendopo Agung dahulu dan sekarang

C.     Rumusan Masalah
1.      Dimana letak geografis Pendopo Agung?
2.      Bagaimana bentuk gedung, kelengkapan, dan fasilitas dari Pendopo Agung?
3.      Apa fungsi Pendopo Agung dahulu dan sekarang?

D.    Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.      Untuk mengetahui sejarah Pendopo Agung di Musium Trowulan.
2.      Untuk mengetahui letak geoafis dari Pendopo Agung.
3.      Untuk mengetahui fungsi dari Pendopo Agung.
4.      Untuk mengetahui situs-situs bersejarah peninggalan Kerajaan Majapahit di Musium Trowulan.











BAB II
SITUS KERAJAAN MAJAPAHIT SECARA UMUM

A.    Pendopo Agung
Pendopo Agung adalah merupakan bangunan baru yang didirikan oleh Kodam VIII Brawijaya pada tahun 1966 yang ke­mudian disempurnakan pada tahun 1973. Bangunan pendopo ini berbentuk bangunan rumah joglo sebagai ciri khas rumah Jawa berdiri di atas umpak-umpak yang besar. Di dalam pendopo Agung ini dapat kita saksikan photo-photo Panglima—Panglima yang memegang Kodam VIII Brawijaya. Pendirian Pendopo Agung oleh Kodam VIII Brawijaya ini kemungkinan tidak berbeda tujuannya bila dibandingkan dengan Kodam VII Diponegoro mendirikan Monumen Diponegoro. Dengan adanya Pendopo Agung ini kita dapat membayangkan bagaimanakah bentuk dan keindahan Pendopo Agung kerajaan Majapahit yang besar dan disegani oleh negara negara luar.
Di tempat didirikan Pendopo Agung ini dahulu ter­dapat sederetan umpak dari batu yang besar-besar dan berbentuk segi delapan hanya di bagian atasnya tidak berlubang seperti umpak yang kita dapatkan di Sumur Upas. Sehingga dapat kita tafsirkan bahwa, umpak-umpak ini belum pernah terpakai. Di dekat deretan umpak ini terdapat 2 buah tiang batu, satu diantaranya masih terpancang di tanah. Menurut pendapat orang tiang batu tersebut untuk mengikatkan gajah milik raja-raja Majapahit. Menurut tulisan para peninjau—peninjau tempat ini disebut sebagai kandang gajah.
Dibelakang pendopo kita masih dapat menjumpai sebuah kompleks makam yang di bagian tengahnya, ada sebuah makam tertutup cungkup dan letaknya agak tinggi. Makam inilah yang semenjak jaman Raffles dikenal dengan nama Kubur Pang­gung.
Penggalian purbakala yang pernah diadakan ditempat ini. menghasilkan ditemukminya fondasi tembok membujur dari utara-Selatan dan Barat-Timur sehingga membagi tempat itu menjadi ruang-ruang yang disekat-sekat.
Letak Kubur Panggung adalah diatas persilangan sa­lah satu fondasi tembok itu, inilah sebabnya letak makam ini lebih tinggi dari pada yang lain. Dongeng rakyat menge­nai tempat ini ada 2 versi.
Yang pertama adalah, yang dicatat oleh Knebel th 1907 sebagai berikut:
Ketika Majapahit diperintah oleh Kencanawungu dibuatlah sebuah pesanggrahan untuk para tamu dongan memakai  panggung.
Pada suatu saat putera, Sultan Pajang yang bernama Pangeran Benawo, lolos dari Pajang, dan melarikan diri ke Majapahit. Selama di Majapahit ia berdiam di pesanggrahan ini. Setelah tinggal beberapa waktu lamanya Pangeran Benowo kemudiah pergi dan di tempat itu ia membuat petilasan yang di­beri nama Kubur Panggung.
Ceritera kedua, menyebutkan bahwa ketika pusat kekuasaan politik sudah beralih ke Demak, daerah ibukota Majapahit hanya diperintahkan oleh seorang Adipati. Tersebutlah, ketika saat Demak akan melantik Adipati Pajang, Sang Adipati Majapahit tidak mau hadir dalam pelantikan itu.
Peristiwa ini jelas merupakan pembangkangan sehingga Demak mengirimkan balatentaranya untuk menghukum. Ketika balatentara itu tiba di selatan Kubur Panggung, mereka semua tiba-tiba sakit dan menangis tersedu-sedu sebagai akibat kesaktian Adipati Majapahit.
Di dalam bahasa Jawa “menangis tersedu-sedu” adalah “gereng-gereng“, sehingga tempat tersebut hingga kini disebut Puntuk Gereng (bukit menangis).
Sang Adipati Majapahit segera datang ke tempat kejadian itu. Karena ia merasa bersalah, maka ia, bersedia untuk dihukum, akan tetapi hukuman itu hendaknya datang dari Tuhan dan bukan dari orang lain. Pada saat ia selesai mengucapkan kata-katanya itu, seketika itu juga ia hilang dan­ tak diketahui kemana perginya.
Balatentara Demak yang segera pula jadi sembuh dari sakitnya, menyaksikan kejadian ajaib tersebut. Sehingga ditempat itu lalu dibuatkan sebuah makam petilasan yang kemudian dikenal sebagai Kubur Panggung.
Baik dari hasil-hasil penggalian Purbakala yang pernah dilakukan maupun dari kedua dongeng rakyat tadi je­las bahwa Kubur Panggung itu sebenarnya bukanlah makam melainkan hanya sebuah petilasan belaka.
B.     Kolam Segaran
Kolam Segaran terletak di Dukuh Trowulan, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Dari perempatan jalan raya Mojokerto-Jombang terdapat jalan simpang ke arah selatan. Letak kolam di sisi kiri jalan simpang tersebut, sekitar 500 meter dari jalan raya.
Kolam Segaran ditemukan pada tahun 1926, dalam keadaan teruruk tanah. Pada tahun 1966 kolam ini mengalami pemugaran sekedarnya. Baru pada tahun 1974 dimulai pelaksanaan pemugaran yang lebih terencana dan menyeluruh, yang memakan waktu sepuluh tahun. Fungsi Kolam Segaran belum diketahui secara pasti, tetapi menurut masyarakat di sekitarnya, kolam tersebut digunakan keluarga Kerajaan Majapahit untuk berekreasi dan menjamu tamu dari luar negeri. Kolam ini merupakan satu-satunya bangunan kolam kuno terbesar yang pernah ditemukan di Indonesia. Kolam yang luas keseluruhannya kurang lebih 6,5 hektar, membujur ke arah utara-selatan sepanjang 375 m dengan lebar 175 m. Sekeliling tepi kolam dilapisi dinding setebal 1,60 m dengan kedalaman 2,88 m.
Di pintu masuk yang terletak di sebelah barat, terdapat emperan yang menjorok ke tengah kolam. Di sisi dalam emperan terdapat undakan untuk turun ke kolam. Seluruh dinding dan emperan terbuat dari susunan batu bata tanpa bahan perekat. Konon untuk merekatkannya, batu bata yang berdampingan digosokkan satu sama lain.
Di sisi tenggara terdapat saluran yang merupakan jalan masuk air ke dalam kolam, sedangkan di sisi barat laut terdapat saluran jalan keluar air. Air yang keluar mengalir ke Balongdawa (empang panjang) yang letaknya di barat laut dan Balongbunder (empang bundar) di selatan. Menilik adanya saluran masuk dan keluar air, diduga Kolam Segaran dahulunya juga berfungsi sebagai waduk dan penampung air. Para ahli memperkirakan bahwa kolam ini adalah yang disebut sebagai telaga dalam Kitab Negarakertagama.
C.     Candi Tikus
Candi Tikus adalah sebuah peninggalan purbakala yang terletak di dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten MojokertoJawa Timur.
Candi ini terletak di kompleks Trowulan, sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto. Dari jalan raya Mojokerto-Jombang, di perempatan Trowulan, membelok ke timur, melewati Kolam Segaran dan Candi Bajangratu yang terletak di sebelah kiri jalan. Candi Tikus juga terletak di sisi kiri jalan, sekitar 600 m dari Candi Bajangratu.
Candi Tikus yang semula telah terkubur dalam tanah ditemukan kembali pada tahun 1914. Penggalian situs dilakukan berdasarkan laporan bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat. Pemugaran secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan 1985. Nama ‘Tikus’ hanya merupakan sebutan yang digunakan masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan, tempat candi tersebut berada merupakan sarang tikus.
Belum didapatkan sumber informasi tertulis yang menerangkan secara jelas tentang kapan, untuk apa, dan oleh siapa Candi Tikus dibangun. Akan tetapi dengan adanya miniatur menara diperkirakan candi ini dibangun antara abad ke-13 sampai ke-14 M, karena miniatur menara merupakan ciri arsitektur pada masa itu.

Bentuk Candi Tikus yang mirip sebuah petirtaan mengundang perdebatan di kalangan pakar sejarah dan arkeologi mengenai fungsinya. Sebagian pakar berpendapat bahwa candi ini merupakan petirtaan, tempat mandi keluarga raja, namun sebagian pakar ada yang berpendapat bahwa bangunan tersebut merupakan tempat penampungan dan penyaluran air untuk keperluan penduduk 
Trowulan. Namun, menaranya yang berbentuk meru menimbulkan dugaan bahwa bangunan candi ini juga berfungsi sebagai tempat pemujaan.
Bangunan Candi Tikus menyerupai sebuah petirtaan atau pemandian, yaitu sebuah kolam dengan beberapa bangunan di dalamnya. Hampir seluruh bangunan berbentuk persegi empat dengan ukuran 29,5 m x 28,25 m ini terbuat dari batu bata merah. Yang menarik, adalah letaknya yang lebih rendah sekitar 3,5 m dari permukaan tanah sekitarnya. Di permukaan paling atas terdapat selasar selebar sekitar 75 cm yang mengelilingi bangunan. Di sisi dalam, turun sekitar 1 m, terdapat selasar yang lebih lebar mengelilingi tepi kolam. Pintu masuk ke candi terdapat di sisi utara, berupa tangga selebar 3,5 m menuju ke dasar kolam.
Di kiri dan kanan kaki tangga terdapat kolam berbentuk persegi empat yang berukuran 3,5 m x 2 m dengan kedalaman 1,5 m. Pada dinding luar masing-masing kolam berjajar tiga buah pancuran berbentuk padma (teratai) yang terbuat dari batu andesit.
Tepat menghadap ke anak tangga, agak masuk ke sisi selatan, terdapat sebuah bangunan persegi empat dengan ukuran 7,65 m x 7,65 m. Di atas bangunan ini terdapat sebuah ‘menara’ setinggi sekitar 2 m dengan atap berbentuk meru dengan puncak datar. Menara yang terletak di tengah bangunan ini dikelilingi oleh 8 menara sejenis yang berukuran lebih kecil. Di sekeliling dinding kaki bangunan berjajar 17 pancuran (jaladwara) berbentuk bunga teratai dan makara.
Hal lain yang menarik ialah adanya dua jenis batu bata dengan ukuran yang berbeda yang digunakan dalam pembangunan candi ini. Kaki candi terdiri atas susunan bata merah berukuran besar yang ditutup dengan susunan bata merah yang berukuran lebih kecil. Selain kaki bangunan, pancuran air yang terdapat di candi inipun ada dua jenis, yang terbuat dari bata dan yang terbuat dari batu andesit.
Perbedaan bahan bangunan yang digunakan tersebut menimbulkan dugaan bahwa Candi Tikus dibangun melalui tahap. Dalam pembangunan kaki candi tahap pertama digunakan batu bata merah berukuran besar, sedangkan dalam tahap kedua digunakan bata merah berukuran lebih kecil. Dengan kata lain, bata merah yang berukuran lebih besar usianya lebih tua dibandingkan dengan usia yang lebih kecil. Pancuran air yang terbuat dari bata merah diperkirakan dibuat dalam tahap pertama, karena bentuknya yang masih kaku. Pancuran dari batu andesit yang lebih halus pahatannya diperkirakan dibuat dalam tahap kedua. Walaupun demikian, tidak diketahui secara pasti kapan kedua tahap pembangunan tersebut dilaksanakan.

Candi Bajang Ratu
Gapura Bajang Ratu atau juga dikenal dengan nama Candi Bajang Ratu adalah sebuah gapura / candi peninggalan Majapahityang berada di Desa TemonKecamatan TrowulanKabupaten MojokertoJawa TimurIndonesia.
Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dan adalah salah satu gapura besar pada zaman keemasan Majapahit. Menurut catatan Badan Pelestarian Peninggalan PurbakalaMojokerto, candi / gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang dalam Negarakertagama disebut "kembali ke duniaWisnu" tahun 1250 Saka (sekitar tahun 1328 M). Namun sebenarnya sebelum wafatnya Jayanegara candi ini dipergunakan sebagai pintu belakang kerajaan. Dugaan ini didukung adanya relief "Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan penglepasan dan sampai sekarang di daerah Trowulan sudah menjadi suatu kebudayaan jika melayat orang meninggal diharuskan lewat pintu belakang.[butuh rujukan]
"Bajang Ratu" dalam bahasa Jawa berarti "raja / bangsawan yang kecil / kerdil / cacat". Dari arti nama tersebut, gapura ini dikaitkan penduduk setempat dengan Raja Jayanegara (raja kedua Majapahit) dan tulisan dalam Serat Pararaton, ditambahlegenda masyarakat. Disebutkan bahwa ketika dinobatkan menjadi raja, usia Jayanegara masih sangat muda ("bujang" / "bajang") sehingga diduga gapura ini kemudian diberi sebutan "Ratu Bajang / Bajang Ratu" (berarti "Raja Cilik"). Jika berdasarkan legenda setempat, dipercaya bahwa ketika kecil Raja Jayanegara terjatuh di gapura ini dan mengakibatkan cacat pada tubuhnya, sehingga diberi nama "Bajang Ratu" ("Raja Cacat").
Sejarawan mengkaitkan gapura ini dengan Ã‡renggapura (Çri Ranggapura) atau Kapopongan di Antawulan (Trowulan), sebuah tempat suci yang disebutkan dalam Kakawin Negarakretagama"Sira ta dhinarumeng Kapopongan, bhiseka ring crnggapura pratista ring antawulan", sebagai pedharmaan (tempat suci). Di situ disebutkan bahwa setelah meninggal pada tahun 1250 Saka (sekitar 1328 M), tempat tersebut dipersembahkan untuk arwah Jayanegara yang wafat. Jayanegara didharmakan di Kapopongan serta dikukuhkan di Antawulan (Trowulan). Reruntuhan bekas candi tempat Jayanegara didharmakan tidak ditemukan, yang tersisa tinggal gapura paduraksa ini dan pondasi bekas pagar. Penyebutan "Bajang Ratu" muncul pertama kali dalam Oundheitkundig Verslag (OV) tahun 1915.
Menurut buku Drs I.G. Bagus L Arnawa, dilihat dari bentuknya gapura atau candi ini merupakan bangunan pintu gerbang tipe "paduraksa" (gapura beratap). Secara fisik keseluruhan candi ini terbuat dari batu bata merah, kecuali lantai tangga serta ambang pintu bawah dan atas yang dibuat dari batu andesit. Berdiri di ketinggian 41,49 m dpl, dengan orientasi mengarah timur laut-tenggara. Denah candi berbetuk segiempat, berukuran ± 11,5 (panjang) x 10,5 meter (lebar), tinggi 16,5 meter, lorong pintu masuk lebar ± 1,4 meter. 
 Secara vertikal bangunan ini mempunyai 3 bagian: kakitubuh, dan atap. Mempunyai semacam sayap dan pagar tembok di kedua sisi. Kaki gapura sepanjang 2,48 meter. Struktur kaki tersebut terdiri dari bingkai bawah, badan kaki dan bingkai atas. Bingkai-bingkai ini hanya terdiri dari susunan sejumlah pelipit rata dan berbingkai bentuk genta. Pada sudut-sudut kaki terdapat hiasan sederhana, kecuali pada sudut kiri depan dihias relief menggambarkan cerita "Sri Tanjung". Di bagian tubuh di atas ambang pintu ada relief hiasan "kala" dengan relief hiasan sulur suluran, dan bagian atapnya terdapat relief hiasan rumit, berupa kepala "kala" diapit singa, relief mataharinaga berkaki, kepalagaruda, dan relief bermata satu atau monocle cyclops. Fungsi relief tersebut dalam kepercayaan budaya Majapahit adalah sebagai pelindung dan penolak mara bahaya. Pada sayap kanan ada relief cerita Ramayana dan pahatan binatang bertelinga panjang.
Lokasi Candi Bajang Ratu berletak relatif jauh (2 km) dari dari pusat kanal perairan Majapahit di sebelah timur, saat ini berada di Dusun KratonDesa Temon, berjarak cukup dekat (0,7 km) dengan Candi Tikus. Alasan pemilihan lokasi ini oleh arsitek kerajaan Majapahit, mungkin untuk memperoleh ketenangan dan kedekatan dengan alam namun masih terkontrol, yakni dengan bukti adanya kanal melintang di sebelah depan candi berjarak kurang lebih 200 meter yang langsung menuju bagian tengah sistem kanal Majapahit, menunjukkan hubungan erat dengan daerah pusat kota Majapahit.
Untuk mencapai lokasi Gapura Bajang Ratu, pengunjung harus mengendara sejauh 200 meter dari jalan raya Mojokerto - Jombang, kemudian sampai di perempatan Dukuh Ngliguk, berbelok ke arak timur sejauh 3 km, di Dukuh Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Di sekitar lokasi Gapura Bajang Ratu di Trowulan (bekas ibukota kerajaan Majapahit) tersimpan banyak peninggalan bersejarah lainnya dari zaman keeemasan saat kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan yang disegani di muka bumi.
Pendirian Candi Bajangratu sendiri tidak diketahui dengan pasti, namun berdasarkan relief yang terdapat di bangunan tersebut, diperkirakan candi ini dibangun pada abad ke-13 – 14. Candi ini selesai dipugar dan diresmikan pada tahun 1992 oleh Dirjen KebudayanDepartemen pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Pengaruh kebudayaan besar Majapahit masih terasa dalam kepercayaan masyarakat Trowulan. Menurut kepercayaan lokal, adalah suatupamali bagi seorang pejabat pemerintahan untuk melintasi atau memasuki pintu gerbang Candi Bajang Ratu, karena dipercayai hal tersebut bisa mendatangkan nasib buruk.











BAB III
PENDOPO AGUNG

A.    Letak Geografis Pendopo Agung
Pendopo Agung Trowulan terletak di Dusun Nglinguk, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Untuk mencapai lokasi wisata ini tidak sulit karena petunjuknya banyak sekali. Kalau Anda berangkat dari arah Surabaya, maka kalau Anda sudah sampai di perempatan Trowulan belok kiri. Sebaliknya, kalau Anda berangkat dari arah Nganjuk dan Jombang, maka kalau sudah sampai perempatan Trowulan belok kanan.
Dari perempatan Trowulan butuh waktu sekitar 10 menit untuk sampai Pendopo Agung. Tapi sebelum mencapai Pendopo Agung, Anda akan melewati Kolam Segaran dan Museum Trowulan atau Pusat Informasi Majapahit (PIM). Pendopo Agung ada di sebelah kanan jalan.
B.     Bentuk gedung, kelengkapan, dan fasilitas Pendopo Agung
Bangunan Pendopo Agung berbentuk seperti bangunan-bangunan pendopo di jawa lainnya yang bergaya joglo. Bangunan ini sebenarnya hanya berupa umpak-umpak besar yang merupakan sisa dari bangunan pendapa agung yang dijadikan tempat untuk menemui para taum oleh raja Majapahit. Bangunan ini sekarang berubah menjadi pendapa yang nyaman di kunjungi. Pemugaran ini dilakukan oleh pihak Kodam V Brawijaya. Sebuah batu miring ditemukan dibelakang pandapa. Batu ini diyakini sebagai tempat patih Gajah Mada mengikrarkan sumpahnya, yaitu sumpah palapa. Selain batu miring, Kompleks makam dari pendiri kerajaan majapahit Raden wijaya yang ada ditempat ini juga banyak mendapat kunjungan dari masyarakat.
Fasilitas yang tersedia menjadi tempat melepas lelah setelah berkunjung ke situs-situs di kawasan Trowulan. Pada setiap tanggal 1 Suro lokasi cukup lengkap, termasuk diantaranya kios souvenir, warung, tempat informasi, wartel dan toilet. Pendopo Agung acapkali ini menjadi pusat penyelenggaraan prosesi Grebeg Suro yang rangkaian kegiatannya meliputi kirap pusaka, pentas seni rakyat dan pagelaran wayang kulit semalam suntuk.
C.     Fungsi Pendopo Agung dahulu dan sekarang
Dahulunya Pendopo Agung digunakan sebagai tempat Majapatih Gajahmada mengucapkan sumpah palapa. Namun sekarang telah beralih fungsinya sebagai tempat pariwisata sejarah, makam dan tempat penelitian peninggalan-peninggalan dari Kerajaan Majapahit.











BAB IV
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Kesimpulannya adalah Kerajaan Majapahit dulunya adalah salah satu Kerajaan terbesar yang ada di Indonesia. Itu dibuktikan dari situs-situs peninggalannya yang masih ada hingga saat ini. Situs-situs bersejarah itu banyak terdapat di daerah Jawa Timur karena Kerajaan Majapahit dulu  berada di Jawa Timur.

B.     Saran
Semoga laporan kunjungan ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya. dan semoga semua yang membaca ini bisa berkunjung ke situs-situs Kerajaan Majapahit dan mempelajarinya.
Jangan pernah melupakan sejarah karena sejarah adalah sumber ilmu yang sangat berharga.











DAFTAR PUSTAKA












Translate